MATA PENGETAHUAN
Selamat Datang Di Blog RIFKI
Terima kasih atas kunjungan Anda di blog MATA PENGETAHUAN,
semoga apa yang saya share di sini bisa bermanfaat dan memberikan motivasi pada kita semua
untuk terus berkarya dan berbuat sesuatu yang bisa berguna untuk orang banyak.

PERTEMUAN KULIAH 3

PERTEMUAN 3
Pancasila Yuridis Kenegaraan
Pancasila dibahas dari sudut pandang moral atau etika, maka lingkup pembahasannya meliputi: “etika Pancasila” dibahas dari sudut ekonomi kita dapatkan bidang “ekonomi Pancasila”, dari sudut pandang filsafat “filsafat Pancasila” yang meliputi aksiologi, epitemologi, bilamana dibahas dari sudut pandang yuridis kenegaraan, maka kita dapatkan bidang “Pancasila yuridis kenegaraan”. Pancasila yuridis kenegaraan, meliputi kedudukan sebagai dasar negara yang meliputi bidang yuridis dan ketatanegaraan, realisasi Pancasila di segala aspek penyelenggaraan Negara, baik yang menyangkut norma hukum maupun norma moral. Pembahasan Pancasila yuridis kenegaraan, meliputi pengetahuan deskriptif, kausal & normatif. Adapun tingkat pengetahuan ilmiah assensial dibahas dalam filsafat Pancasila, yaitu membahas sila-sila sampai inti sarinya, maka yang terdalam, atau membahas sila-sila Pancasila sampai tingkat hakikatnya.
Secara Ilmiah
Sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat ilmiah yaitu dengan metode analisis-abstraksi-sistesis. Sistem pengetahuan ilmiah itu
bertingkat-tingkat sebagaimana dikemukakan oleh I.r Poedjowijatno dalam
bukunya: “Tahu dan Pengetahuan”. Sbb:
 
  •  Berobyek
Syarat suatu pengetahuan ilmiah, bahwa ilmu pengetahuan itu herus memiliki obyek. Di dalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan atas dua macam obyek yaitu “obyek formal” dan “obyek materia”. Obyek formal, pancasila yang dalam arti formal yaitu Pancasila dalam rumusan yang sudah tertentu bunyinya dan berkedudukan hukum sebagai dasar filsafat Negara. Obyek materia, pancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian, baik bersifat empiris maupun non-empiris. Obyek materia pembahasan, adalah pandangan hidup bangsa yang sudah lama diamalkan dalam segala aspek, adat dan kebudayaan, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu obyek materia pembahasan Pancasila berupa: lembaran Negara, lembaran hukum maupun naskah-naskah resmi kenegaraan yang mempunyai sifat imperatif yuridis. Adapun obyek yang bersifat non-emperis meliputi: nilai moral, serta nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  • Bermetode
Salah satu metode dalam pembahasan Pancasila adalah metode “analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analitis dan sintesis. Dikarenakan obyek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah, maka lazim digunakan metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek. Demikian juga metode “koherensi historis”, serta metode “pemahaman, penafsiran dan interpretasi”, metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan terhadap: UUD 1945, TAP MPR, Perundang-undangan, serta fakta-fakta historis yang telah diakui kebenarannya, diteliti dengan menggunakan metode dan teknik yang bersifat ilmiah agar dapat dipahami obyek secara lebih berhasil, sehingga diperoleh pengetahuan yang benar mengenai obyek itu.
  • Bersistem
Pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan, artinya keseluruhan proses dan hasil berpikir disusun dalam satu kesatuan yang bulat. Saling berhubungan sehingga diperoleh kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis. Pembahasan Pancasila sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 secara ilmiah, harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan.
  • Bersifat Universal
Kebenaran pengetahuan ilmiah harus bersifat universal, tidak terbatas oleh waktu, situasi, maupun jumlah tertentu. Kajian hakikat pada nilai-nilai Pancasila bersifat universal, dengan kata lain bahwa inti sari, essensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila adalah bersifat universal yang mendukung kebenaran atas kesimpulan dan pertanyaan.
Tingkatan Pengetahuan Ilmiah
Tingkatan ilmiah dalam masalah ini lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan. Sehingga sangat ditentukan oleh macam pertanyaan, sbb:
  1. Pengetahuan deskriptif : Suatu pertanyaan “bagaimana” Mengkaji Pancasila secara obyektif, harus menerangkan dan menjelaskan serta menguraikan Pancasila secara obyektif sesuai dengan kenyataan Pancasila itu sendiri sebagai hasil budaya bangsa Indonesia. 
  2. Pengetahuan kausal : Suatu pertanyaan “mengapa” Kaitan dengan kajian tentang Pancasila, maka tingkat pengetahuan sebab-akibat akan berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila, meliputi empat kausa: kausa materialis, kausa formatis, kausa effisien dan kausa finalis. 
  3. Pengetahuan normatif : Suatu pertanyaan “ke mana” Dengan kajian normatif, dapat membedakan secara normatif realisasi atau pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan. Realisasi Pancasila dalam kenyataan faktual yaitu Pancasila yang senantiasa berkaitan dengan dinamika kehidupan serta perkembangan zaman. 
  4. Pengetahuan essensial : Suatu pertanyaan “apa” Kajian Pancasila secara essensial pada hakikatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang inti sari atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila.
Hakikat Sila-sila Pancasila
1. Hakikat sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa
Prinsip yang berisi keharusan untuk bersesuaian dengan hakikat Tuhan, pencipta segala makhluk dan pencipta alam semesta beserta isinya, sebagai asas kenegaraan, maka segenap rakyat Indonesia berdasarkan atas ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Hakikat/prinsip sila ini untuk menghormati dan mentaati Tuhan. Pancasila bukan agama, hal-hal yang siftanya ritual dan sakral, diserahkan kepada agama dan kepercayaan masing-masing.
2. Hakikat sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Mengandung sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada budi nurani manusia dalam hubungan dengan sesama manusia dan alam. Prinsip ini bersesuaian dengan hakikat manusia.
3. Hakikat sila Persatuan Indonesia
Berisi keharusan untuk bersesuaian dengan hakikat satu, tidak terbagi, tidak menjadi bagian dari Negara lain.
4. Hakikat sila Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Berkeharusan untuk bersesuaian dengan rakyat, rakyat merupakan unsur konstitutif, pembentuk Negara. Kekuasaan tertinggi di dalam Negara berada di tangan rakyat.
5. Hakikat sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Tekanan pada hubungan antar warga Negara dengan pemerintah dan sebaliknya. Dalam hubungan antar pemerintah dengan warga Negara, masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban.
Enter your email address to get update from Kompi Ajaib.
Print PDF
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »

Copyright © 2013. MATA PENGETAHUAN - All Rights Reserved | Template Created by Kompi Ajaib Proudly powered by Blogger